14 Tahun Perjalanan Daru Tartila

Pesantren dari kemauan, kemauan dari keterpanggilan, keterpanggilan dari Nurani, Nurani dari hidayah, hidayah dari Allah SWT. Maka pesantren inilah yang akan tetap abadi

K.H. Hasan Abdulah Sahal

Di penghujung tahun 2008 Ketika KH Subhan Hafidh Ach pulang dari menuntut ilmu di negri cleopatra, beliau mengabdikan dirinya di Yayasan Nur jamilah milik Ayah dan ibundanya, Dra.Hj Nur Hayati dan Drs H. Abun Bastari. Di Nur Jamilah saat itu, sudah berdiri Lembaga Lembaga sekolah TK (1982), SDI (1955), SMP (1977) dan SMK (2000). Lalu berawal dari penemuan dan pertemuan yang tidak sengaja dengan 4 orang anak : Rudi, Ima, Risma dan Fatma. Sepulang sekolah mereka dari SDI Nur Jamilah, sore harinya mereka datang Kembali dengan pakaian ngaji untuk mengaji. Terlihat mereka seperti menunggu seseorang, kemudian pulang karna yang ditunggu tak kunjung datang. Demikian, tiap hari berulang. Hingga suatu hari, KH Subhan Hafidh Ach datang dan menanyakan “kalian siapa ?“ mereka menjawab murid TPQ Nurjamilah, mereka pulang karna guru ngajinya beberapa hari ini tidak datang. Esoknya KH Subhan Hafidh Ach menanyakan perihal ini ke kakaknya Hj. Nursobah, S.Ag, ternyata TPQ Nurjamilah memang ada dan setelah dikonfirmasi, ketidak hadiran sang guru ngaji dikarenakan mengurusi ayahnya yang sakit. Akhirnya tanggung jawab mengajar dialihkan ke KH Subhan Hafidh Ach. TPQ Nurjamilah dan 4 anak inilah yang menjadi cikal bakal Pondok Pesanten Tahfidzil Qur’an Nurjamilah  (Daru Tartila ). Pondok Pesantren Tahfizh Nurjamilah ini sendiri merupakan doa dan harapan ayahanda  Drs H. Abun Bastari dan ibunda Dra.Hj Nur Hayati saat beliau memondokan KH Subhan Hafidh Ach di Al-Muqoddasah Ponorogo, beliau ingin supaya Pondok Pesantren Tahfizh berdiri di Nurjamilah supaya anak anak / masyarakat kota Bekasi dan sekitarnya yang ingin menghafal Al-Qur’an tidak perlu jauh jauh ke Jawa. Sungguh keinginan yang luar biasa dengan alasan yang sederhana.

Maka dengan bekal cita cita dan harapan dari ayah dan ibundanya , KH Subhan Hafidh Ach, melangkahkan kakinya menuju ponorogo menemui gurunya dulu saat mondok di Al Muqoddasah, ayahanda guru KH. hasan Abdullah Sahal, niatnya menemui ayahanda guru adalah untuk memohon pemberian nama untuk pesantren Al Qur’an yang ingin diperjuangakannya dan diharapkan nama itu bisa menjadi doa. Maka diberilah oleh ayahnada guru KH. Hasan Abdullah Sahal,  Daru Tartila , apa artinya ? ini adalah singkatan. DARU ( DAaRu NUrjamilah ) / Rumah Nurjamilah. Lalu TARTILA nya menyimpan makna Li TAhfizhil QuR’an , lalu TILA nya apa ? Wa TartILuhu wa TAhsinuhu wa TAjwiduhu waTAfsiruhu wa dirosAtuhu, dll. Sehingga DARU TARTILA bermkana : “Rumah Nurjamilah untuk menghafal Al quran, mempelajari Tartilnya, thasin, tajwid, tafsir, dll” yang inti maknanya. Alquran  di DARU TARTILA tidak hanya dibaca dan dihafal tapi juga dipelajari, dipahami, dikaji dan diamalkan (Qiroatan, Hifzhon, Fahman, Ilman wa Amalam ). Selain memberikan nama ayahanda guru KH Hasan Abdullah Sahal juga memberikan dawuh untuk KH Subhan Hafidh Ach. Yang mana dawuh ini menadi cambuk semangat dalam perjuangan merintis pesantren. Diantara dawuhnya adalah “Bismillah di atas hanya Allah di bawah hanya tanah tidak ta’ajub kecuali qudroh dan irodahnya Allah SWT, selain Allah semua hanya alam, pesantren itu berdiri bukan didirikan. Berjuang dipesantren itu modalnya kemauan keterpanggilan dan hati Nurani bukan karna tahfidz Al Qur’an lagi booming lagi laku bukan juga karna alasan alasan dibutuhkan masyarakat. Berjuang dipesantren bukan numpang hidup tapi menghidupi pesantren.”  Sowan permohonan nama dan pemberian dawuh itu, terjadi pada 22 february 2009. KH Subhan Hafidh Ach pun memilih tanggal itu sebagai milad kelahiran Pondok Pesantren DARU TARTILA.

Ketika awal Daru Tartila berdiri, saat itu santrinya terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah santri Muntazhim, ini adalah sebutan bagi santri-santriah yang tinggal menetap di pesantren yang 24 jam ada di Pondok, walau saat itu asrama belum berdiri. Lalu sebutan yang kedua adalah santri Muntashib, ini adalah sebutan bagi santri-santriah yang pulang pergi, jadi kalau santri Muntashib ini Ketika waktunya ngaji untuk setoran hafalan mereka akan datang untuk setoran, selepas itu mereka boleh pulang kerumah. Namun di tahun 2013, santri Muntashib ditiadakan dan Pondok Pesantren Daru Tartila hanya menerima santri Muntazhim.

Sulit jika ingin menyapu lapangan yang luas dengan sebilah lidi, harus ada lidi lidi lain yang ikut menyatukan diri agar menjadi sapu, sehingga menyapu lapangan lebih mudah. Allah yang maha baik tentunya pasti akan melihat apa yang dibutuhkan hambanya yang sholeh, yang sedang berjuang di jalannya. Saat itu di tahun 2010 atas kehendak Allah SWT, KH Jasin Sadikin Lc. datang untuk menemani perjuangan KH Subhan Hafidh Ach. Kalau sedikit melihat masa lalu KH Jasin Sadikin Lc. adalah sahabat baik KH Subhan Hafidh Ach Ketika dulu pernah mondok di Al-Muqodasah dan sekarang Kembali bertemu dalam niat yang satu untuk mengajarkan Al Quran, kalau dulu berjuang Bersama dalam menuntut ilmunya Allah sekarang berjuang Bersama dalam menjaga bait bait firman Allah. lalu kemudian disusul dengan guru guru lain yang kemudian datang dengan skenarionya Allah.

Waktu terus berjalan ditahun 2011 kesedihan datang menyelimuti, ditahun itu wafat ibunda tercinta Dra Hj Nur Hayati, kenyataan ini mengisahkan kesedihan yang teramat mendalam untuk KH Subhan Hafidh Ach. Walau demikian, itu semua bukan alasan untuk Daru Tartila berhenti berjalan. Walau berat merasakan kehilangan namun kelangsungan Pesantren harus terus di perjuangkan, terlebih lagi sebagaimana yang dikatakan diawal bahwa Pondok Pesantren Tahfizh Nurjamilah ini sendiri merupakan doa dan harapan ayahanda  Drs H. Abun Bastari dan ibunda Dra.Hj Nur Hayati.

Kemudian ditahun 2013, KH Subhan Hafidh Ach Kembali menempuh perjalanan menuju ponorogo, untuk menemui ayahanda guru KH Hasan Abdullah Sahal, pada sowan nya kali ini KH Subhan Hafidh Ach, ingin meminta keridhoan dan doa untuk amanat terakhir almarhumah Dra.Hj Nur Hayati. Yakni, mendirikan SMA tahfizh, Lembaga ini akan dikhususkan bagi santri-santriah yang melanjutkan jenjang sekolah akhirnya dipesantren. Jadi waktu itu, santri-santriah yang Muntazhim disekolahkan dilembaga Lembaga Nurjamilah sesuai jenjangnya dan itu masih berlaku sampai sekarang untuk jenjang SD dan SMP. Namun tidak untuk santri jenjang sekolah akhir kala itu, hal itu terjadi karena santri jenjang sekolah akhir sulit untuk menyesuaikan kurikulum yang ada di SMK, disebabkan keterbatasan dan keterikatannya dengan Pondok, kalau kurikulum SD dan SMP masih bisa di toleransi dan dijangkau oleh pondok. Maka dari itu almarhumah Dra.Hj Nur Hayati menginginkan berdiri SMA tahfizh supaya kurikulumnya disesuaikan dengan visi misi Pondok dan yang lulus sekolah menengah pertama tetap bisa melanjutkan sekolah akhirnya di Pondok. Disowankan nya SMA tahfizh membuka pesan penyemangat dari lisan ayahanda guru KH Hasan Abdullah Sahal, sabdanya waktu itu. “Jangan sedih santri sedikit atau tidak ada santri, seperti kereta saja, walaupun tidak ada yang naik, waktunya berangkat, jalan !!!”

Seiring berjalan nya waktu pohon akan terus tumbuh dan berbuah, begitu pun dengan Daru Tartila. Kalau dari segi fisik Alhamdulillah masjid memang sudah punya, lalu disusul yang awalnya santri-santriah tinggal dirumah Drs H. Abun Bastari dan ibunda Dra.Hj Nur Hayati kemudian akhirnya punya asrama, lalu dapur untuk anak anak makan serta kamar mandi, disusul juga rumah untuk guru guru Pesantren, tak lupa pula perpustakaan untuk menambah wawasan santri. Fasilitas saat itu ada insya Allah, meskipun belum bisa dibilang “WOW” tapi seadanya. Namun walaupun demikian dengan fasilitas seadanya, kualitas Pendidikan dan pengajaran tetap dijaga. Ibaratnya KH Subhan Hafidh Ach ingin menciptakan burung garuda meskipun di sangkar kayu dan bukan sekedar burung emprit / gereja di sangkar emas.

Dan buktinya Alhamdulillah saat menemui 1 windu, tepatnya di tahun 2017. dengan izin Allah Daru Tartila berhasil mengkatamkan seorang santriah Bernama Ananda Choirunnisa, merupakan Qudrohnya Allah yang patut disyukuri, maka dibuatlah acara kesyukuran sewindu sekaligus wisuda khotimin pertama (18/02/2017) . tentunya semua itu tak terlepas dari doa serta keridhoan ayahanda guru KH hasan Abdullah Sahal, maka diundanglah ayahanda guru dalam kesyukuran tersebut sebagai bentuk terima kasih atas pesan nasihat, keridhoan serta doa yang selalu dipanjatkan

Mampu mencetak seorang khotimin adalah pencapaian yang luar biasa, Daru Tartila  berbanga diri namun tidak berpuas diri, perjuangan masih berlanjut karna daru tartila akan tetap beridiri untuk terus mencetak khotimin lainnya sampai hari kiamat insya Allah. lalu selang 2 tahun setelahnya, diusianya yang  ke 10  tepatnya di tahun 2019. Daru Tartila Kembali berhasil menghatamkan santri nya dan Tentunya atas pencapaian ini pula dibuat acara kesyukuran 1 dasawarsa dan wisuda khotimin ke-2 (24/02/2019) hal ini menjadi alasan untuk kali kedua, ayahanda guru KH hasan Abdullah Sahal datang ke Daru Tartila. Alhamdulillah kalau wisuda pertama pesertannya satu orang, wisuda ke 2 pesertanya 2 orang, yang Bernama Ananda Barly Elyassa dan Ananda Asrinaldi.

Hingga akhirnya, tahun 2021 menjadi Ammul huzni untuk Daru Tartila, tepatnya pada tanggal 21 juni 2021. Sebuah tragedi yang tak pernah diduga serta begitu memilukan. KH Subhan Hafidh Ach menghembuskan nafas terakhirnya, Kenyataan ini merupakan pukulan yang begitu berat untuk Daru Tartila, kenyataan yang begitu pedih kehilangan sosok pemimpin yang telah membawa Daru Tartila hingga bisa sebesar ini. Kesedihan tentunya begitu terasa di hati, bagaimana tidak ? begitu besar perjuangan, pengorbanan KH Subhan Hafidh Ach dalam merintis Daru Tartila. Dan sekarang beliau malah pergi untuk selamanya.    Kepergiannya mengingatkan akan pesannya waktu itu, dalam sambutan kesyukuran 1 dasawarsa (2019) Almarhum KH Subhan Hafidh Ach, waktu itu Beliau menyampaikan “Semoga Daru Tartila besok bisa menjadi jawaban buat kita semua, terutama Ketika di akhirat nanti kita di tanya. Sebagai muslim apa yang telah kita lakukan untuk syiar Alquran, Ketika kita di akhirat nanti ditanya dengan pertanyaan seperti tadi, mudah mudahan kita semua bisa jawab. Yang wali santri, Alhamdulillah saya memondokan anak saya di Daru Tartila. yang ustadz, Alhamdulillah saya ngajarin Alquran di Daru Tartila dan yang santri, Alhamdulillah saya ikut ngafal Alquran di Daru Tartila.“  mengingat  pesan beliau kala itu seolah menjadi isyarat kepergian untuk kami.

Walau kesedihan masih menyelimuti, kami sadar Daru Tartila tidak boleh mati, ia harus tetap berjalan. Estafet perjuangan harus tetap ada. Sebagaimana pesan ayahnda guru KH. Hasan Abdullah Sahal estafet kehidupan adalah hukum alam maka semua manusia harus siap diestafet oleh Allah secara alami. amanat harus ditunaikan dengan konsisten dan konsekuen, Siap menanggung segala resikonya, ibarat kereta api pemimipin yang menjadi masinisnya boleh berganti akan tetapi kereta harus berjalan diatas rel rel garis besar tuntunan pondok.

Daru Tartila butuh pemimpin,  penerus perjuangan. Tidak boleh terlalu lama membiarkan bangku masinis kosong, kalau seperti itu kereta tidak akan jalan. Maka dengan keputusan bijak dari ayahanda Drs. H Abun Bastari ditunjuklah KH Jasin Sadikin Lc, pada 15 Agustus 2021. Untuk meneruskan perjuangan KH Subhan Hafidh Ach. Kereta pun Kembali berjalan diatas rel dan gerbong yang sama hanya berganti masinis.

Alhamdlillah di tahun 2023, atas izin Allah di umurnya yang ke 14 daru tartila untuk ketiga kalinya mampu mencetak  khotimin khotimin  baru, mereka adalah : Ananda Muhammad Syafi’I Ramdhani, Ananda Zahrotun Sholihah, Ananda Isfa Shofwatunnida dan Ananda Nabila Wirda Wafa. Tentunya seperti tahun sebelumya. dibuatlah kesyukuran Daru Tartila yang ke 14 dan wisuda khotimin-3. Serta menjadi kali ketiga ayahanda guru KH. Hasan Abdullah Sahal datang ke Daru Tartila.

Selain itu Alhamdulillah dan Insya Allah Daru Tartila akan membangun cabang keduanya di desa bendungan, kecamatan Jonggol, kota bogor, Jawa Barat. Sekarang masih dalam proses pembangunan, mohon doanya semoga prosesnya bisa cepat selesai sehingga bisa segera ditempati santi-santriah. Semuanya adalah bukti bahwa api perjuangan yang dihidupkan KH Subhan Hafidh Ach masih terjaga dan akan tetap berkobar sampai hari kiamat nanti insya Allah.

Semoga Pondok Pesantren Daru Tartila, bisa tetap berkiprah dalam Mensyiarkan peradaban Alquran, semakin besar fisiknya juga manfaatnya untuk ummat islam, untuk guru gurunya semoga diberikan keistiqomahan dan semangat dalam mengamalkan ilmunya di Daru Tartila, untuk santrinya semoga selalu dipermudah dalam belajar dan menghafalkan Alquran sehingga kelak bisa menjadi manusia bermanfaat membawa banyak maslahat bagi masyarakat dan untuk ayah bunda yang telah mempercayai anak anaknya di Daru Tartila mohon doakan anaknya semoga sukses belajar disini.  Aamiin ya rabal alamiiin.

Facebook
WhatsApp
Telegram

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *