Pendidikan Anak Dalam Perspektif Al-Qur’an

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Sedangkan menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Kita semua adalah seorang pendidik. Pendidik di rumah, pendidik di sekolah, pendidik di keluarga, pendidik di masyarakat.

Dimanapun kita berada, peran pendidik tak pernah lepas. Kapan anak mulai belajar? Bloom (Wulandari, 2016) menyatakan bahwa 50% potensi manusia, terbentuk sejak dalam kandungan hingga usia 4 tahun. Selanjutnya, 30% potensi seseorang terbentuk di usia anak 4-8 tahun. Pada usia 5 tahun, besar otak anak setara 90% otak orang dewasa, dan berkembang setara orang dewasa saat anak usia 13 tahun. Ternyata 80% potensi dasar manusia terbentuk sejak sebelum usia sekolah. Hal ini menunjukkan perlunya peran keluarga dalam pengembangan potensi anak.

Panca indera adalah gerbang langsung menuju pusat kecerdasan anak. Berdasarkan temuan berbagai penelitian di ketahui bahwa di bawah alam kesadaran manusia, terdapat banyak potensi hidup, yang memunculkan sikap, kecerdasan, nilai hidup, dan sebagainya. Sifat otak di alam bawah sadar adalah tidak kritis. Kebalikannya adalah otak sadar, yang sifatnya kritis. Bagaimana metode pendidikan anak yang efektif? Menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya Tarbiyatul Aulad Pendidikan Anak dalam Islam ada lima hal :

  1. Pendidikan dengan teladan
  2. Pendidikan dengan pembiasaan
  3. Pendidikan dengan nasihat yang bijak
  4. Pendidikan dengan memberi perhatian dan pemantauan
  5. Pendidikan dengan memberi hukuman
  6. Pendidikan dengan teladan, Allah Ta’ala berfirman :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS. Al-Ahzab ayat 21)

Teladan merupakan factor yang amat penting dalam memperbaiki atau merusak anak. Jika seorang pendidik bersifat jujur, amanah, mulia dan jauh dari maksiat maka anak akan tumbuh dengan sifat jujur, amanah, berakhlak, mulia, berani dan suci. Tapi, bilamana pendidiknya pendusta, pengkhianat, nakal, kikir, pengecut dan hina, maka anak akan tumbuh dengan sifat dusta, khianat, nakal, pengecut, kikir dan hina. Bagaimana besarnya kesiapan seorang anak untuk menerima kebaikan, bagaimana bersih dan suci fitrahnya, namun ia tidak akan dapat merespon prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan yang utama, selama ia tidak melihat teladan dan akhlak yang luhur dalam diri sang pendidik. Mudah saja bagi seorang pendidik untuk mengajar anak dengan sebuah metode pendidikan, namun amat sukar (sulit) bagi seorang anak untuk dapat merespon materi pengajaran itu ketika ia melihat orang yang membimbingnya dan mengarahkannya tidak melaksanakan apa yang diajarkan itu serta tidak menerapkan pokok dan prinsipnya.

  1. Pendidikan dalam pembiasaan, Allah Ta’ala berfirman :

فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ

“… (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Ruum ayat 30)

Juga sesuai dengan sabda Rasulullah saw : “Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah”. Maksudnya adalah fitrah tauhid dan iman kepada Allah. Dari sini pembiasaan, pengajaran dan pendidikan tampak memainkan peranannya dalam pertumbuhan anak, untuk membesarkannya diatas tauhid yang murni, akhlak yang mulia, keutamaan jiwa dan etika Islam yang benar. Jelaslah, apabila seorang anak memiliki dua factor ini, yaitu pendidikan yang utama dan lingkungan yang baik, niscaya ia akan tumbuh diatas iman yang benar, memiliki akhlak islam, akan mencapai nilai keutamaan jiwa dan kemuliaan diri.

  1. Pendidikan dengan nasihat yang bijak, Allah Ta’ala berfirman :

اِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ اَوْ اَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيْدٌ

“Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaf ayat 37)

Cara Al-Qur’an dalam mengajak manusia dan memperingatkan manusia akan adanya Allah serta dalam memberikan nasihat sungguh sangat beragam. Semua itu disampaikan melalui lisan para juru dakwah yang merupakan pengikut para nabi. Apabila nasihat yang ikhlas dan petuah yang tepat itu bertemu dengan jiwa yang bersih, hati yang terbuka dan akal yang bijak, niscaya maka akan lebih cepat di respon dan berpengaruh.  

  1. Pendidikan dengan perhatian dan pemantauan

Tidak diragukan lagi, pendidikan yang demikian merupakan dasar yang kokoh untuk menciptakan manusia yang seimbang dan utuh. Yakni, manusia yang menunaikan hak setiap orang dalam kehidupan ini. Ia menjadi manusia yang mampu mengemban berbagai tanggung jawab, melaksanakan semua kewajiban dengan sempurna dan seorang muslim sejati. Pendidikan memberinya batu fondasi Islam yang kuat, sebagai pijakan lahirnya kembali kejayaan Islam dan berdirinya sebuah negara Islam yang kokoh, guna melahirkan kembali peradaban Islam yang kuat dan abadi.

Berikut ini kami kutipkan nash yang mengharuskan melakukan pemantauan tersebut :

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” 

(QS. At-Tahrim ayat 6).

Jelaslah, bahwa perhatian dan pemantauan anak oleh pendidik adalah fondasi pendidikan yang paling utama dan paling menonjol. Seorang anak senantiasa menjadi focus perhatian dan pemantauan, dengan cara selalu mengikuti semua kegiatan dan aktivitas anak. Jika melihat kebaikan padanya, pendidik harus memuliakannya dan memotivasinya. Jika melihat keburukan, pendidik harus melarangnya dan memperingatkannya, serta menjelaskan akibat buruk dan dampaknya yang berbahaya. Jika pendidik melalaikan anak, maka anak tentu akan menyimpang dan nakal. Bila demikian, anak akan binasa dan hancur.

  1. Pendidikan dengan Hukuman yang Layak

Para imam Mujtahid dan ulama Ushul Fiqih menyimpulkan bahwa kebutuhan itu ada lima, dan mereka sebut itu sebagai adh-dharu riyat al-khams (lima kebutuhan dasar) atau al-kulliyat al-khams, yaitu : menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kehormatan, menjaga akal, dan menjaga harta benda. Mereka berkata, “Semua yang ada pada tatanan Islam berupa hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan ketetapan-ketetapan itu digunakan untuk memelihara dan menjaga kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut. Untuk menjaga lima kebutuhan dasar tersebut, syariat Islam memberi sanksi atau hukuman yang keras dan menyakitkan bagi orang yang melanggarnya. Hukuman ini dalam syariat Islam dikenal dengan nama hudud (hukuman yang telah ditentukan oleh syariat) dan ta’dzir (hukuman yang diserahkan pada kebijakan pemimpin).

  1. Hudud

Hudud adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syariat, yang merupakan hak Allah Ta’ala. Contoh kasus : hukuman bagi orang yang berzina adalah dicambuk serratus kali untuk orang yang belum menikah. Sedangkan untuk orang yang sudah menikah hukumannya adalah dirajam hingga mati. Ini sesuai dengan firman Allah swt :

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya serratus kali dera…”

 (QS. An-Nuur ayat 2)

  1. Ta’dzir

Ta’dzir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh syariat sebagai hak Allah, atau hukuman bagi manusia yang melakukan pelanggaran yang tidak ada ketentuan had (hukuman) dan kafarah (penghapusnya). Hukuman ini dimaksudkan untuk menimbulkan efek kejut (shock therapy) dan sebagai pendidikan untuk perbaikan bagi umat. Karena hukuman bagi ta’dzir tidak ditentukan, maka hakimlah yang harus menentukan hukuman yang sesuai, bisa hanya dengan celaan, dengan pukulan, dengan penjara, atau dengan penyitaan. Contoh kasus : jika di negara +62 melanggar protocol kesehatan, maka ta’dzirnya bisa berupa denda Rp. 50.000.000,- atau memungut sampah sesuai kehendak hakim setempat.

Sudah saatnya kita memperhatikan cara mendidik yang diajarkan Allah swt dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, untuk terus memperbaiki hubungan proses belajar dan mengajar dengan baik. Sekali mendidik, jadilah pendidik yang sejati! Niatkan ibadah kita lewat mendidik santri-santriyah Daru Tartila. Ada 3 semboyan pendidikan menurut Bapak Pendidikan (Ki Hadjar Dewantara :

  1. Ing Ngarsa Sung Tuladha

Seorang guru adalah pendidik yang harus memberi teladan. Ia pantas digugu dan ditiru.

  1. Ing Madya Mangun Karsa

Seorang guru adalah pendidik yang selalu berada ditengah-tengah para muridnya dan terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya.

  1. Tut Wuri Handayani

Seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun, menopang dan menunjuk arah yang benar bagi hidup dan karya anak-anak didiknya.

Semoga kita semua para pendidik dan para calon pendidik bisa mengamalkan 3 semboyan diatas. Karena guru adalah pusat perhatian murid. أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ

Penulis : Al-ustadzah Choirunnisa

Editor : Faiz Salman Al-fariesy

Facebook
WhatsApp
Telegram

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *