Sejarah Daru Tartila

Di penghujung tahun 2008 Ketika KH Subhan Hafidh Ach pulang dari menuntut ilmu di negri cleopatra, beliau mengabdikan dirinya di Yayasan Nur jamilah milik Ayah dan ibundanya, Dra.Hj Nur Hayati dan Drs H. Abun Bastari. Di Nur Jamilah saat itu, sudah berdiri Lembaga Lembaga sekolah TK (1982), SDI (1955), SMP (1977) dan SMK (2000). Lalu berawal dari penemuan dan pertemuan yang tidak sengaja dengan 4 orang anak : Rudi, Ima, Risma dan Fatma. Sepulang sekolah mereka dari SDI Nur Jamilah, sore harinya mereka datang Kembali dengan pakaian ngaji untuk mengaji. Terlihat mereka seperti menunggu seseorang, kemudian pulang karna yang ditunggu tak kunjung datang. Demikian, tiap hari berulang. Hingga suatu hari, KH Subhan Hafidh Ach datang dan menanyakan “kalian siapa ?“ mereka menjawab murid TPQ Nurjamilah, mereka pulang karna guru ngajinya beberapa hari ini tidak datang. Esoknya KH Subhan Hafidh Ach menanyakan perihal ini ke kakaknya Hj. Nursobah, S.Ag, ternyata TPQ Nurjamilah memang ada dan setelah dikonfirmasi, ketidak hadiran sang guru ngaji dikarenakan mengurusi ayahnya yang sakit. Akhirnya tanggung jawab mengajar dialihkan ke KH Subhan Hafidh Ach. TPQ Nurjamilah dan 4 anak inilah yang menjadi cikal bakal Pondok Pesanten Tahfidzil Qur’an Nurjamilah  (Daru Tartila ). Pondok Pesantren Tahfizh Nurjamilah ini sendiri merupakan doa dan harapan ayahanda  Drs H. Abun Bastari dan ibunda Dra.Hj Nur Hayati saat beliau memondokan KH Subhan Hafidh Ach di Al-Muqoddasah Ponorogo, beliau ingin supaya Pondok Pesantren Tahfizh berdiri di Nurjamilah supaya anak anak / masyarakat kota Bekasi dan sekitarnya yang ingin menghafal Al-Qur’an tidak perlu jauh jauh ke Jawa. Sungguh keinginan yang luar biasa dengan alasan yang sederhana.

Maka dengan bekal cita cita dan harapan dari ayah dan ibundanya , KH Subhan Hafidh Ach, melangkahkan kakinya menuju ponorogo menemui gurunya dulu saat mondok di Al Muqoddasah, ayahanda guru KH. hasan Abdullah Sahal, niatnya menemui ayahanda guru adalah untuk memohon pemberian nama untuk pesantren Al Qur’an yang ingin diperjuangakannya dan diharapkan nama itu bisa menjadi doa. Maka diberilah oleh ayahnada guru KH. Hasan Abdullah Sahal,  Daru Tartila , apa artinya ? ini adalah singkatan. DARU ( DAaRu NUrjamilah ) / Rumah Nurjamilah. Lalu TARTILA nya menyimpan makna Li TAhfizhil QuR’an , lalu TILA nya apa ? Wa TartILuhu wa TAhsinuhu wa TAjwiduhu waTAfsiruhu wa dirosAtuhu, dll. Sehingga DARU TARTILA bermkana : “Rumah Nurjamilah untuk menghafal Al quran, mempelajari Tartilnya, thasin, tajwid, tafsir, dll” yang inti maknanya. Alquran  di DARU TARTILA tidak hanya dibaca dan dihafal tapi juga dipelajari, dipahami, dikaji dan diamalkan (Qiroatan, Hifzhon, Fahman, Ilman wa Amalam ). Selain memberikan nama ayahanda guru KH Hasan Abdullah Sahal juga memberikan dawuh untuk KH Subhan Hafidh Ach. Yang mana dawuh ini menadi cambuk semangat dalam perjuangan merintis pesantren. Diantara dawuhnya adalah “Bismillah di atas hanya Allah di bawah hanya tanah tidak ta’ajub kecuali qudroh dan irodahnya Allah SWT, selain Allah semua hanya alam, pesantren itu berdiri bukan didirikan. Berjuang dipesantren itu modalnya kemauan keterpanggilan dan hati Nurani bukan karna tahfidz Al Qur’an lagi booming lagi laku bukan juga karna alasan alasan dibutuhkan masyarakat. Berjuang dipesantren bukan numpang hidup tapi menghidupi pesantren.”  Sowan permohonan nama dan pemberian dawuh itu, terjadi pada 22 february 2009. KH Subhan Hafidh Ach pun memilih tanggal itu sebagai milad kelahiran Pondok Pesantren DARU TARTILA.

 

clone files checker crack